Sabtu, 14 Februari 2009

Di Alexandria Saudara Kita Bermukim


Ketika kita berbicara tentang Alexandria, maka yang akan kita bicarakan tidaklah jauh dari hal-hal yang berhubungan dengan wisata dan budaya, entah itu megahnya istana Raja Faruk dalam Hadiqoh Muntazah, atau Gagahnya Benteng Qaith Bey yang bersebelahan dengan Komplek Masjid Agung Abul-Abbas Al-Mursiy yang juga didalamnya terdapat beberapa makam ulama' terkemuka, juga indahnya bangunan National Library dan beberapa literature klasik yang dapat ditemui didalamnya, dan yang tak kalah indahnya adalah pemandangan hamparan pasir pantai sepanjang kota Alexandria yang senantiasa memanjakan pandangan kita atas indahnya ciptaan Sang Pemilik Alam, serta berbagai tempat wisata ruhani mulai makam para ulama’, sahabat Nabi hingga makam Nabi Daniyal. Namun pernahkah kita coba menelisik lebih jauh tentang pendidikan bagi sahabat- sahabat kita yang berdomisili di Alexandria dalam menyelesaikan masa studinya?
Iskandariyah atau yang dalam bahasa latinnya Alexandria, merupakan kota besar kedua setelah Cairo, ibukota Mesir, 225 KM dari Cairo, dapat ditempuh dengan perjalanan darat dan udara, dengan perjalanan darat sekitar 3-4 jam untuk urkuran normal. Disebut kota wisata karna banyak disana terdapat tempat wisata alam, bangunan sejarah, hingga tempat wisata ruhani berupa masjid-masjid bersejarah dan makam aulia hingga terdapat makam Nabi Daniyal. Mungkin inilah salah satu faktor utama mengapa Alexandria dipilih oleh sebagian saudara kita untuk bermukim dan bertholabul ilmi di bumi kinanah ini.
Universitas Azhar Syarif cabang Iskandariyah terletak di sebuah kawasan bernama Mandaroh, sebelah selatan Hadiqoh Muntazah, kampus milik Azhar ini memang khusus untuk banat saja, dilihat dari segi bangunan pun tak semegah bangunan yang sering kita saksikan di Nasr City Cairo sebagaimana kita ketahui, mungkin ini merupakan jawaban ketika ada sebuah pertanyaan terlintas, mengapa bangunan Azhar tak semegah kampus di Nasr City? Di gerbang kampus terpampang sebuah tulisan yang berarti “Cabang Iskandariyah”.
Walaupun tidak banyak mahasiswi Indonesia menempuh study di kampus ini, tetapi mereka cukup bervariatif, sebagian di Fakultas Ushuluddin, Fakultas Syari’ah Islamiyyah, Syari’ah wal Qonun dan sebagian lagi di Fakultas Adab. Dari komunitas yang sangat minim inilah menjadikan tingginya rasa persaudaraan diantara kita, bisa kita bandingkan dengan jumlah mahasiswi dari negri jiran yang menyentuh angka 900 mahasiswi, angka yang cukup fantastis jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswi dari Negara kita yang cukup minim, berjumlah sekitar 13 orang. Berbagai kajian dan bimbingan belajar pun ada, dengan tetap dibimbing oleh beberapa Mahasiswa dari Indonesia yang cukup senior, terlebih untuk skala Iskandariyyah. Terdapat seorang mahasiswa yang menempuh jenjang pendidikan s-3 dan seorang lagi sedang menempuh pendidikan di program Magister, berdomisili di Alexandria bersama dengan keluarganya. Sehingga cukup membantu dalam proses study bagi pelajar yang menempuh study di Iskandariyah.
Diluar pendidikan formal, beberapa tempat pun kerap dijadikan sebagai sebuah tempat untuk menuntut ilmu (talaqqi), mulai dari kawasan Ashofiroh, Mandaroh di Masjid Ummul Qurra’ sampai di Kawasan Sidi Gabir, semua itu demi suksesnya study mahasiswa dan pelajar yang berdomisili di Alexandria.
Kawasan Ashofiroh merupakan salah satu kawasan dengan jumlah mahasiswa dari Asia Tenggara dengan jumlah yang cukup padat, mayoritas mahasiswi dari Indonesia, negri jiran dan beberapa Negara Asia Tenggara lainnya bermukim dikawasan ini, begitupun dengan Madinatul Bu’us Al-Islamiyah, yang bersebelahan dengan masjid Abdul Halim Mahmud (konon, dalam cerita Novel Ayat-Ayat Cinta, Fakhri bertalaqqi Hadits di masjid ini saat berlibur ke Alexandria), terdapat didalamnya Ma’had I’dady dan Ma’had Tsanawiy Azhar Syarif, juga Asrama yang kondusif bagi Wafidin (pelajar atau mahasiswa asing) dengan segala fasilitas yang ada. Pelajar Indonesia cukup minim juga jumlahnya sebagaimana yang ada di kawasan luar Madinatul Bu’us, 7 orang pelajar Indonesia bermukin di Madinatul Buus sekaligus menempuh pendidikan didalamnya.
Disamping itu terdapat juga beberapa mahasiswa yang menempuh pendidikan di Al-Azhar Cairo ataupun cabang Zagazig (sebuah Daerah sebelah utara Cairo) namun lebih memilih untuk berdomisili di Alexandria, mungkin karna indahnya suasana dan merasa lebih nyaman untuk belajar inilah yang menjadikan faktor utama bagi mereka untuk tetap bertahan bermukim di Alexandria, walaupun untuk ke kampus memakan waktu yang cukup jauh.
Secara Geografis ke-PPMI-an (Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia, yang merupakan induk organisasi mahasiswa Indonesia di Mesir), WNI yang domisili di Alexandria masuk dalam kawasan pemerintahan DPD Thanta, namun hanya beberapa yang tampak terdaftar pada Dewan perwakilan PPMI Pusat tersebut, karna sebagian lainnya terdaftar di Zagazig atau bahkan di Cairo.
Berbicara tentang Musa’adah, jangan pernah disamakan dengan Muhafadzah lainnya, atau bahkan Cairo, karna ketika beberapa rekan berusaha bertanya tentang hal ini, ternyata memang dari zaman dahulu anggapan para Muhsinin terhadap para Wafidin (khususnya Asia Tenggara) adalah para pelajar yang rata-rata menengah keatas dalam hal ekonomi, sehingga bisa dikatakan hampir tidak ada untuk masalah satu ini.
Itulah tadi sekelumit kisah tentang saudara kita yang “singgah” di Alexandria, dengan tujuan tulus dan niat ikhlas yang sama dengan kita, para Tholabul Ilmi, mudah-mudahan apa yang berusaha kita rengkuh dapat diridloi olehNya, walaupun dengan berbagai jalan yang berbeda. Amin

Itho’ Athoillah
(Pelajar di Alexandria, walau hanya 6 bulan)